Tantangan Industri Kayu RI: Dari Bahan Baku hingga Inovasi Ramah Lingkungan

JAKARTA – Industri kayu Indonesia menghadapi tantangan besar agar tetap bertahan dan memiliki daya saing di tengah keterbatasan bahan baku, serta tuntutan pasar global terhadap produk ramah lingkungan. Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia atau Indonesian Sawmill and Woodworking Association (ISWA) mencatat kunci masa depan industri kayu terletak pada inovasi teknologi yang mampu memperpanjang usia pakai, meningkatkan daya tahan, sekaligus menjaga kelestarian alam.

Dewan Penasehat ISWA, Soewarni, menilai inovasi kayu ramah lingkungan tidak hanya relevan bagi sektor woodworking dan furniture, tetapi juga bagi arsitektur, kontraktor, hingga pengembang properti.

“Tantangan industri kayu ke depan adalah menciptakan teknologi berkelanjutan yang mampu memperpanjang usia pakai, meningkatkan daya tahan, sekaligus menjaga stabilitas dimensi,” ujar Soewarni lewat keterangan pers, Senin (29/9/2025). Ia mencontohkan aksi yang dilakukan PT Jaya Cemerlang Industry yang dinilai bisa mengubah kayu plantation menjadi material premium melalui teknologi modifikasi.

Teknologi tersebut mengedepankan efisiensi energi, minim limbah, bahkan menuju konsep zero waste. Bersama IPB University, perusahaan ini mengembangkan riset untuk menghasilkan kayu rekayasa alias engineering wood yang lebih tahan lama, stabil, dan ramah lingkungan.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum ISWA Bidang R&D dan Regulasi, Jimmy Chandra, menyoroti masalah utama industri, yaitu keterbatasan bahan baku kayu berkualitas.

Keraguan masyarakat terhadap ketahanan kayu akibat rayap maupun kelembaban kerap menimbulkan kerugian besar, bahkan sebelum masa kredit rumah selesai. Oleh karena itu, menurutnya, inovasi kayu modifikasi hadir sebagai jawaban penting atas tantangan ini. Melalui treatment kimia ramah lingkungan dan perlakuan panas bersuhu tinggi, kayu cepat tumbuh maupun kayu hutan tanaman dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi material premium.

Teknologi itu dipandang membuat kayu lebih stabil, tidak mudah menyusut, melengkung, atau retak, sekaligus memberi nilai tambah yang signifikan bagi petani dan industri. “Hasil inovasi menunjukkan peningkatan luar biasa, kayu yang semula hanya bertahan tiga tahun kini dapat berumur hingga 25 tahun, bahkan 50 tahun jika digunakan di dalam ruangan,” papar Jimmy. Jimmy menegaskan, inovasi bukan sekadar solusi teknis, melainkan strategi menjaga kelestarian hutan alam, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dukungan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) diharapkan dapat memperluas penerapan kayu modifikasi dalam pembangunan berkelanjutan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top