
Faktanya, limbah plastik di Sumatera Utara diperkirakan mencapai sekitar
13-17% dari total 2 juta ton dalam setahun, yang berkisar antara 260.000-
340.000 ton per tahun. Sayangnya, pengelolaan limbah plastik hingga saat
ini masih menghadapi berbagai tantangan serius, terutama penumpukan
sampah plastik di wilayah pesisir barat yang mengancam pencemaran
lingkungan laut.
Dampak buruk akibat pengelolaan sampah yang tidak efektif sangat
berbahaya bagi kesehatan lingkungan, manusia, dan ekonomi. Beberapa
contoh nyata adalah mempercepat pemanasan global, penumpukan sampah
yang dapat mengakibatkan banjir dan longsor, menjadi sarang nyamuk yang
memicu wabah demam berdarah, hingga merusak keindahan lingkungan
sehingga menurunkan daya tarik sektor pariwisata,
Salah satu solusi efektif yang dapat membantu perekonomian sekaligus
mengurangi penumpukan sampah plastik adalah menerapkan program ATM
Sampah atau Reverse Vending Machine, terutama untuk botol plastik dan
kaleng kosong. Melalui program ini, masyarakat dapat menukarkan sampah
tersebut dengan uang tunai. Besaran insentif ini biasanya berkisar antara
Rp50 sampai Rp500 per botol, terutama jika ada program khusus dari
pengelola mesin yang memberikan bonus.
Lalu, kemana sampah itu dibawa setelah ditukar ?
Setelah sampah plastik atau kaleng ditukar dengan insentif, sampah tersebut
dikumpulkan dan dibawa ke fasilitas daur ulang. Lalu, sampah akan dipilah,
dibersihkan atau diubah menjadi bahan baku produk baru yang dapat
digunakan kembali, seperti kain ramah lingkungan hingga furniture ramah
lingkungan yang lebih bernilai.
Dengan partisipasi aktif masyarakat dan dukungan program seperti ATM
Sampah, kita tidak hanya membantu mengurangi volume sampah plastik
yang mencemari lingkungan, namun membantu meningkatkan
perekonomian wilayah Sumatera Utara. Namun perlu dipahami bahwa
keberhasilan program ini sangat bergantung kepada komitmen, kolaborasi
dan kesadaran antara pemerintah, komunitas, dan individu