
Jakarta – Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara, terus dimatangkan untuk mewujudkan peran sebagai hub logistik dan transshipment port bertaraf internasional. Pelabuhan yang ditetapkan sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional ini memiliki nilai investasi mencapai Rp43 triliun hingga tahun 2028.
Pembangunan Kuala Tanjung dimulai sejak Januari 2015 dan beroperasi bertahap sejak 2018. Meski begitu, sejumlah persoalan masih perlu dibenahi agar pelabuhan ini benar-benar mampu bersaing di jalur strategis Selat Malaka. Salah satu strategi yang kini dijajaki adalah sinergi dengan Pelabuhan Batam, melalui skema pembagian peran sebagai hub dan pelabuhan pengumpan (calling 1 dan calling 2) untuk kapal besar.
Prospek dan tantangan tersebut mengemuka dalam diskusi yang digelar Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) pada Rabu (3/9/2025) di Gedung Kementerian Infrastruktur, Jakarta Pusat. Forum ini dimoderatori oleh tokoh masyarakat Sumatera Utara, Dr. Parlindungan Purba, dan menghadirkan narasumber Harmon Yunaz (mantan Direktur PT Inalum 2009–2016), Kepala Bappeda Batu Bara Arif Hanafiah, serta praktisi swasta Refnil Dodi.
Harmon Yunaz menekankan pentingnya sinergi lintas pihak. “Pemerintah sudah banyak berinvestasi. Jalan tol, rel kereta, pipa gas, dan kawasan industri Sei Mangkei sudah siap. Tinggal Pelabuhan Kuala Tanjung yang perlu dibenahi,” ujarnya. Ia menambahkan, biaya transshipment di Batam 30–40 persen lebih murah dibanding Singapura, sehingga Kuala Tanjung harus mampu bersaing dengan angka tersebut.
Dari sisi tata ruang, Kepala Bappeda Batu Bara, Arif Hanafiah, menyampaikan bahwa Pemkab telah menetapkan Perda Nomor 11 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2020–2040. Dalam aturan tersebut, 6.275 hektare ditetapkan sebagai kawasan industri dari total 88 ribu hektare wilayah kabupaten. Selain itu, Pemkab juga menyiapkan reklamasi lahan 12 ribu hektare, mendukung penyediaan air bersih, pengelolaan limbah, serta mendorong pendidikan vokasi dan kerja sama internasional untuk penguatan SDM.

Gebrakan lainnya, Pemkab Batu Bara melahirkan Perda kawasan perkebunan yang semula berstatus HGU. Ketika masa kontrak habis dan akan diperpanjang, statusnya berubah menjadi HGB. “Ada sekitar seribu hektare yang berpotensi menjadi kawasan permukiman dan perdagangan karena jaraknya hanya 16 km dari pelabuhan,” jelas Arif. Ia menegaskan bahwa Pemkab juga telah mempermudah persyaratan investasi demi menarik minat pelaku usaha.
Dukungan lain datang dari Pelindo yang menyerahkan operasional Terminal Peti Kemas (TPK) Belawan kepada PT Prima Multi Terminal (PMT Kuala Tanjung) sebagai bagian dari strategi peningkatan kinerja.
Sementara itu, praktisi swasta Refnil Dodi menilai Kuala Tanjung memiliki keunggulan geografis karena berada tepat di jalur utama Selat Malaka. Dengan kolam pelabuhan berkedalaman minus 17 meter LWS, Kuala Tanjung mampu melayani kapal sepanjang 250 meter dengan kapasitas 10.000–30.000 ton atau setara 4.000 TEUs peti kemas.
Dengan dukungan infrastruktur modern serta integrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei, Kuala Tanjung diyakini berpotensi besar menekan biaya distribusi, memperkuat daya saing nasional, sekaligus menjadi pesaing kuat pelabuhan internasional di kawasan.
Sebagai tindak lanjut, Pemkab Batu Bara merencanakan diskusi lanjutan di daerah guna merumuskan langkah strategis dalam pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung ke depan. ***



To the http://parlindunganpurba.com/fekal0911 Administrator